Minggu, 29 April 2012

tugas softskill

1. Pengertian L/C (Letter of Credit) surat kredit berdokumen janji tertulis yang diterbitkan oleh issuing bank atas dasar permohonan tertulis aplicant atau dirinya sendiri kepada beneficiary untuk membayar atau mengaksep draft, mengizinkan bank lain untuk membayar atau mengaksep atau mengambil alih draft, apabila dokumen yang diserahkan oleh beneficiary sesuai dengan syarat dan kondisi janji tertulis yang diterbitkan oleh issuing bank (letter of kredit).(Kamus Perbankkan - BI) 2. Proses dan langkah‐langkah L/C: 1. Negosiasi jual beli 2. Pembeli mengajukan LC 3. Bank memeriksa pengajuan LC nasabah 4. Apabila bank setuju, nasabah wajib setor jaminan 5. LC ditujukan kepada bank penerus 6. Advising Bank meneruskan LC ke produsen 7. Produsen mengirim barang 8. Produsen menyerahkan dokumen pengiriman barang kepada advising bank 9. Advising bank tidak langsung memberikan pembayaran, sebagai bank penerus selanjutnya meneruskan penagihan kepada Issuing bank. 10. Issuing bank meneliti keabsahan dokumen dan kesesuaiannya dengan isi perjanjian 11. Setelah dinyatakan sah maka issuing bank melakukan pembayaran melalui advising bank. 12. Advising bank meneruskan pembayaran kepada produsen 13. Issuing bank menagih kewajiban pembayaran pembelian barang kepada buyers 14. Buyers membayar tagihan kepada issuing bank. SURAT WESEL DAGANG Cara pembayaran semacam ini sampai sekarang masih banyak digunakan dalam lalu lintas pembayaran internasional. Dengan cara ini, eksportir menarik surat wesel atas importer sejumlah harga barang beserta biaya-biaya pengirimannya sekali. Wesel atau bill of exchange tersebut, yang dilampiri dengan dokumen-dokumen berupa faktur, konosemen, daftar isi, surat keterangan asal barang, surat keterangan pabean dan asuransi diserahkan oleh eksportir kepada bank dinegrinya. Dengan diterimanya dokumen-dokumen tersebut, bank dapat membayar wesel tersebut seketika dengan dipotongnya diskonto. Wesel tersebut oleh bank secara langsung atau lewat bank lain dinegara pengimpor ditagihkan kepada importer. Apabila bank sudah mendapatkan pembayaran dari importer, maka perhitungan nya antara bank dengan eksportir otomatis berakhir. Kalau surat wesel tersebut berlaku sampai beberapa bulan, mungkin perlu bagi importer untuk mengakseptir surat wesel tersebut. Dengan akseptasi ini surat wesel tersebut dapat diperdagangkan. Terhadap surat wesel yang telah mendapatkan akseptasi dari importer, bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau menyimpannya sampai pada saat pembayarannya tiba. Pihak dalam surat wesel Pada pokoknya ada 3 pihak dalam transaksi surat wesel yaitu: 1. Drawer, yaitu pihak penarik atau penulis wesel 2. Drawee, yaitu pihak kepada siapa surat wesel tersebut ditarik 3. Payee yang sering juga disebut beneficiary yaitu pihak yang menerima pembayaran yang harus dilakukan oleh drawee atas perintah drawer Dalam transaksi surat wesel dimana tertulis ‘to the order of ourselves’ atau ditulis ‘harap dibayar kepada kami sendiri’, maka pihak drawer dan pihak payee nya adalah orang yang sama, yaitu penjual. Sedangkan untuk surat wesel yang berbentuk ‘acceptance draft’ , drawee dan acceptornya adalah orang yang sama yaitu impotir Jenis surat wesel Surat wesel yang juga disebut ‘commercial bill of exchange, cmmercialdraft’ atau ‘trade bill’, dapat digolongkan sebagai berikut: Penggolongan didasarkan kepada ada tidaknya dokumen yang harus dilampirkan pada surat wesel. Dengan dasar tersebut, bisa dibedakan: a.‘clean draft’, yaitu surat wesel yang ditarik tanpa disertai dengan dokumen b.‘documen draft’, yaitu surat wesel yang disertai dengan dokumen Dokumen yang biasa disertai pada surat wesel adalah: 1. Konosemen (=’bill of lading’) 2. Polis asuransi 3. Faktur (=’invoice’) 4. ‘packing list’ 5. ‘certificate of origin’ Penggolongan didasarkan pada jangka waktu pembayarannya. Jangka waktu pembayaran surat wesel biasanya disebut ‘tenor’ atau ‘usance’ Dengan dasar ini surat wesel digolong-golongkan: a.‘sight draft’ atau surat wesel atas tunjuk yaitu surat wesel yang harus dibayar pada saat surat wesel diperlihatkan kepada ’ drawee’ atau paling lambat dalam waktu dua puluh empat jam terhitung pada saat penunjukkannya. b.‘time draft’, yaitu surat wesel yang haru dibayar sekian hari sesudah surat wesel ditunjukkan atau sesudah surat wesel diakseptir atau sesudah tanggal tertentu yang ditetapkan dalam surat wesel. Surat wesel yang disebut terakhir biasa disebut ‘date draft’. Dapat pula dijanjikan surat wesel dibayar sesudah barang tersebut tiba. Surat wesel macam ini biasa disebut ‘arrival draft’. Time draft yang berbentuk date draft lebih banyak disukai oleh importer sebab jatuh temponya ditentukan dengan pasti; dan oleh karena itu pada umumnya juga ‘negotiable’ dalam bentuk ‘date draft’, jangka waktu pembayaran biasanya ditetapkan tidak kurang dari 30 hari dan tidak lebih dari 180 hari. Sebaliknya, ‘time draft’ berbentuk ‘arrival draft’ , jatuh temponya tidak dapat ditentukan sebelumnya, sebab jatuh temponya tergantung kepada kedatangan kapal yang mengangkut barang-barang yang dijual belikan. Oleh karena itu pada umumnya ‘arrival draft’ adalah ‘non-negotiable’

Selasa, 03 April 2012

artikel 4

MENGATUR WAKTU

Waktu adalah paradoks, bagi orang-orang sibuk tidak pernah merasa cukup waktu padahal semua waktu tersedia untuk kita, dan keluhan mngenai kurangnya waktu sebenarnya mustahil. Waktu adalah komoditi yang lentur dan terus menerus, masalahnya dalah bukan bagaimana mendapatkan "Waktu Lebih" tetapi bagaimana memanfaatkan waktu yang ada dengan lebih berarti dan lebih memuaskan. Idealnya semua aktivitas yangkita lakukan akan membawa kita mencapai tujuan, namun sering kali aktivitas itu tidak menentukan kita pada pencapaian tujuan tersebut, bahkan kita terjabak dalam aktivitas yang ternyata tidak mengarah kepencapaian tujuan. Agar tetap dapat memusatkan perhatian pada aktivitas yang paling penting yang mempengaruhi pencapaian tujuan, maka diperlukan cara yang efektif dan juga sedehana untuk mengatur skala prioritas. Semakin banyak aktivitas yang membantu dalam melangkah mencapai tujuan, semakin berbobot aktivitas tersebut semakin tinggi prioritasnya.

(sumber: elearning.gunadarma.ac.id)

artikel minggu ke-3

KOMUNIKASI MENURUT PERILAKU
Komunikasi merupakan hasil beljar manusia yang terjadi secara otomatis, sehingga dipengaruhi oleh perilaku maupun posisi seorang. Menurut perilaku, komunikasi dapat dibedakan menjadi :

1. Komunikasi Formal

Komunikasi yang terjadi antara anggota organisasi/ perusahaan yang tata caranya telah diatur dalam struktur organisasinya, misalnya rapat kerja perusahaan, konferensi, seminar dan sebagainya.

2. Komunikasi Informal

Komunikasi yang terjadi didalam suatu organisasi atau perusahaan yang tidak ditentukan dalam struktur organisasi dan tidak mendapat pengakuan resmi yang mungkin tidak berpengaruhterhadap kepentingan organisasi atau perusahaan, misalnya kabar burung, desas-desus dan sebagainya.

3. Komunikasi Nonformal

Komunikasi yang terjadi antara komunikasi yang bersifat formal dan informal, yaitu komunikasi yang berhubungan dengan pelaksaan tugas pekerjaan organisasi atau perusahaan dengan kegiatan yang bersifat pribadi anggota organisasi atau perusahaan tersebut, misalnya rapat tentang ulang tahun perusahaan, dan sebagainya.

(sumber: elearning.gunadarma.ac.id)

artikel minggu ke-2

Cerdas Dari Media Dan Cerdas Bermedia

Saat ini orang-orang yang memiliki kecerdasan majemuk tak terelakkan memiliki akses terhadap media. Mereka membaca buku atau koran, mendengarkan radio, menonton televisi, atau media massa lainnya. Namun, tidak ada jaminan bahwa menjadi cerdas juga memiliki kecerdasan bermedia (media literacy).

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa kemudahan bagi siapa pun memelajari ilmu dan pengetahuan dari media massa. Media seperti perpustakaan yang koleksi bacaannya dan visualnya dapat dibawa pulang ke rumah. Tak heran jika kita dapat membangun kecerdasan lewat akses terhadap media. Misalnya, seorang anak yang belum masuk sekolah di Jakarta dapat menguasai bahasa Inggris tanpa diketahui orangtuanya! Selidik punya selidik, sang anak yang istimewa ini sering menonton film Barat di televisi. Ia cerdas berkat televisi.
(sumber:http://faizal.student.umm.ac.id/artikel-komunikasi/)

Menganggap media sebagai sumber informasi yang bermanfaat semata-mata dapat menjerumuskan manusia ke kubangan yang mereduksi kualitas hidup. Tak dapat dimungkiri bahwa banyak produk media tidak sesuai dengan nilai-nilai sosietal yang hendak dibangun, misalnya ajakan kepada gaya hidup hedonis, pornografi dan pornoaksi, agresivitas, bullying, politicking, dan konstruksi lain dengan agenda tersembunyi. Banyak pihak melakukan persuasi kepada khalayak melalui tayangan yang “cantik” di media, tetapi sebetulnya punya niat yang kurang baik. Iklan-iklan yang mengundang decak kagum berserakan, tetapi sebetulnya mengajak kita untuk merokok.

Di sisi lain, menganggap media sebagai hal yang harus disingkirkan juga menghilangkan peluang untuk kita mengasah kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Howard Gardner (1999), mengemukakan definisi kecerdasan yakni suatu potensi biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam suatu latar kultural untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk-produk yang merupakan nilai dalam suatu kultur. Jelaslah bahwa kecerdasan dapat diasah melalui media. Sehingga menafikan media merupakan tindakan yang tidak bijaksana.
Melihat kenyataan bahwa media memiliki dua sisi yang berlawanan itu mencuatkan masalah, bagaimanakah kita menyikapi dan menyiasati realitas media agar kita mampu mengoptimalkan peran media dalam menumbuh-kembangkan kecerdasan kita?

Kecerdasan bermedia
Ketersediaan media yang ada di mana-mana (omnipresent), kuasa media yang berpotensi mengubah sikap, kepercayaan nilai-nilai, dan perilaku-perilaku (omnipotent) berkombinasi dengan kecenderungan masyarakat mengonsumsi bermacam-macam media (omnivorous) menumbuhkan budaya media di dalam masyarakat. Sehingga, interaksi masyarakat dan media tak terelakkan lagi. Sekalipun individu berusaha menolak dan menghindarkan diri dari media, ia tetap tak luput dari bidikan media. Karena, orang-orang kepada siapa ia berinteraksi juga mengonsumsi media. Dengan demikian, kecerdasan bermedia menjadi keniscayaan bagi setiap individu. Kecerdasan bermedia (media literacy) adalah suatu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan komunikasi dalam berbagai bentuk melalui media.

Dengan kecerdasan bermedia, individu mampu mengelola pesan di media demi membekali diri menghadapi kenyataan hidup sehari-hari. Pada dasarnya kita menghadapi dua realitas dalam hidup kita, yakni realitas dalam dunia nyata dan realitas di media (Potter, Media Literacy, 2001). Dunia nyata adalah tempat di mana kita melakukan kontak langsung dengan orang-orang lain, lokasi, dan peristiwa. Sebagian besar dari kita merasa bahwa dunia nyata ini amat terbatas, sehingga kita tidak dapat mengambil semua pengalaman dan informasi. Dalam rangka memperoleh pengalaman-pengalaman dan informasi tersebut, kita melakukan penjelajahan melalui dunia media.
Di situlah letak permasalahannya. Realitas di media, karena tidak alami, amat rentan terhadap distorsi. Karena pesan-pesan di media dikonstruksi, pesan-pesan itu merupakan representasi dari realitas yang diboncengi nilai-nilai dan sudut pandang, dan masing-masing bentuk media menggunakan seperangkat aturan yang unik untuk mengonstruksi pesan-pesan. Jadi, seseorang harus memiliki suatu kecakapan dalam berhadapan dan mengonsumsi media.

Ironisnya, justru media massa tak pernah memberikan pendidikan media literacy secara langsung. Sebab, khalayak yang cerdas menagih kualitas manajemen media dan pengonstruksian pesan yang pada gilirannya meniscayakan institusi media merogoh kocek lebih dalam. Bila biaya melansir media menjadi mahal, profit akan menjadi menipis. Tetapi kondisi ini bukan satu-satunya implikasi. Kesiapan sumberdaya merupakan pokok masalah bagi institusi media yang baru tumbuh di Indonesia. Dengan begitu, untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi era informasi dan pergaulan antarbangsa diperlukan rekayasa sosial yang bertujuan membentuk masyarakat yang well-informed tanpa harus menjadi buta media.***

Minggu, 01 April 2012

Latar Belakang dan Peranan dalam Komunikasi Bisnis

Setiap pengusaha harus bisa menutupi penghalang yang terbentang antara produsen dan konsumen. Sudah menjadi tugas seorang pengusaha untuk dapat mempengaruhi besarnya permintaan akan barang hasil produksi perusahaannya, selalu berusaha untuk mencari pembeli dan pemakai barang yang dihasilkannya.
Sebagai pengusaha ia harus bisa menyampaikan penyempurnaan-penyempurnaan produksi yang telah dicapainya,dimana barang yang dihasilkannya dapat diperoleh masyarakat konsumen dan lain sebagainya. Atau dengan sebutan lain, setiap pengusaha harus memelihara konsumen dengan pasar

Penyelenggaraan komunikasi dengan pasar juga berarti suatu syarat mutlak bagi setiap pengusaha yang ingin menjamin kelangsungan hidup perusahaannya dan terus ,maju berkembang.

Dalam lingkungan bisnis, ada berbagai macam sarana komunikasi perdagangan yang dapat digunakan para pengusaha untuk berkomunikasi dengan masyarakat konsumen. Sarana-sarana komunikasi yang tersedia antara lain adalah percakapan melalui telpon,pengiriman surat,kunjungan pribadi dan lain-lain.

Untuk berkomunikasi dalam daerah suatu pemasaran yang sangat luas dimana calon konsumen kita mencapai ribuan orang bahkan jutaan orang,kita memerlukan sarana komunikasi pemasaran khusus seperti periklanan. Karena periklanan dalam rangkaian usaha yang dilakukan setiap pengusaha merupakan suatu alat pemasaran yang bidang geraknya justru terletak dalam komunikasi massa.