Minggu, 28 April 2013

KETENEGAKERJAAN

           Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 hingga 1998 diakui telah menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang cukup signifikan. Selama tahun 2000-2007, perekonomian Indonesia telah tumbuh dengan kisaran antara 4 – 5 persen pertahun, yang terutama disebabkan menguatnya peran investasi dan ekspor. Indikator-indikator ekonomi lainnya juga menunjukkan perbaikan yang signifikan. Inflasi rata-rata tahunan mengalami penurunan dari 9,35 persen pada tahun 2000 menjadi 6,59 persen pada tahun 2007. Suku bunga SBI (1 bulan) mengalami penurunan dari 14,5 persen pada tahun 2000 menjadi 8,00 persen pada tahun 2007. Demikian juga jika diamati dari nilai tukar rata-rata tahunan mata uang rupiah terhadap dollar, dimana pada periode krisis (1998) sebesar 10.210 telah menjadi 9.140 pada tahun 2007 (Laporan Tahunan Bank Indonesia, berbagai tahun).
Namun demikian, dalam konteks ketenagakerjaan, berbagai perbaikan pada indikator makroekonomi tersebut ternyata belum memberikan dampak yang menggembirakan terhadap penciptaan kesempatan kerja. Hal ini terlihat dari kenyataan meningkatnya angka pengangguran baik secara absolut maupun relatif. Pada tahun 2000 tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,08 persen menjadi 9,67 persen pada tahun 2003 dan 9,75 persen pada tahun 2007. Secara absolut, pengangguran terbuka bertambah sebanyak 4,74 juta dari 5,81 juta pada tahun 2000 menjadi 9,53 juta pada tahun 2003 dan 10,55 juta pada tahun 2007. (Statistik Indonesia berbagai tahun, Badan Pusat Statistika).
Pasar kerja di Indonesia – sebagaimana karakteristik umumnya negara sedang berkembang – bersifat dualistik. Lapangan kerja sektor modern (formal) dengan jumlah tenaga kerja yang relatif sedikit dan sektor tradisional (informal) dengan jumlah tenaga kerja yang besar, berjalan secara bersamaan dalam perekonomian. Sektor modern memiliki upah yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik dibandingkan sektor tradisional. Selain itu, pekerja sektor modern memiliki kesempatan untuk memperoleh keterampilan dan akses terhadap pelatihan sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Sebaliknya, pekerja di sektor tradisional melakukan kegiatan yang rendah tingkat produktivitasnya dengan upah rendah. Kesenjangan produktivitas-upah antara sektor modern dan sektor tradisional juga mencerminkan perbedaan tingkat pendidikan. Pekerja sektor modern berpendidikan lebih tinggi dibandingkan pekerja sektor tradisional.
Oleh karenanya, persoalan ketenagakerjaan di Indonesia tidak hanya terkait dengan upaya perluasan kesempatan kerja, tetapi juga mencakup upaya memfasilitasi perpindahan ’surplus tenaga kerja’ keluar dari sektor informal ke sektor modern yang lebih produktif dan memberikan upah yang lebih tinggi. Perpindahan surplus tenaga kerja dari sektor informal ini selain bertujuan meningkatkan hak-hak tenaga kerja juga menjadi tujuan utama dari siklus pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut secara selaras, maka dalam konteks kebijakan tenaga kerja di Indonesia, perlu dijalin keseimbangan yang tepat antara perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja.
Tulisan ini menganalisis kebijakan tenaga kerja di Indonesia dalam kaitannya dengan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. Diawali dengan pembahasan mengenai trade-off antara perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. Dilanjutkan dengan analisis mengenai kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia khususnya UU No. 13 Tahun 2003. Selanjutnya, pada bagian akhir adalah rekomendasi dalam penerapan kebijakan ketenagakerjaan yang berorientasi pada keseimbangan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja.
TRADE-OFF ANTARA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
Perlunya kebijakan perlindungan tenaga kerja didasarkan pada kenyataan bahwa setiap pekerja menghadapi berbagai risiko, baik di dalam maupun di luar pekerjaan. Risiko-risiko tersebut berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Beberapa risiko pasar kerja (labor market risks) yang utama adalah:
Risiko kehilangan pekerjaan (unemployment risks): Kehilangan pekerjaan dapat terjadi baik karena faktor kinerja individu, kinerja perusahaan maupun karena faktor ekonomi makro. Kehilangan pekerjaan akan berdampak secara langsung pada penurunan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Risiko kesehatan (health risks): Risiko kesehatan yang berdampak pada penurunan/kehilangan sumber pendapatan dari seorang pekerja dapat terjadi baik pada saat sedang bekerja maupun di luar pekerjaan.
Risiko penurunan upah riil (declining wage risks): Penurunan upah riil adalah penurunan daya beli, sehingga secara langsung menurunkan tingkat kesej ahteraan pekerja dan keluarganya. Penurunan upah riil dapat terjadi karena pemotongan tingkat upah atau karena laju inflasi yang lebih tinggi dari kenaikan upah nominal.
Risiko usia lanjut (old-age risks): Dampak menjadi tua bagi seorang pekerja adalah menurunnya tingkat produktivitas, dan kehilangan pekerjaan ketika kondisi fisik sebagai akibat faktor usia tidak memungkinkan lagi bagi pekerja tersebut untuk bekerja. Ini berarti bahwa semakin tua seorang pekerja akan menyebabkan risiko menurunnya/kehilangan pendapatan mereka.
Risiko-risiko tersebut dapat bersifat individual pekerja ataupun melibatkan banyak pekerja. Munculnya risiko-risiko tersebut dapat berkaitan dengan kondisi individu, kondisi mikro perusahaan ataupun kondisi perekonomian secara makro yang tidak menguntungkan. Oleh karenanya, tujuan dari kebijakan perlindungan tenaga kerja adalah untuk meminimalkan dampak negatif dari berbagai risiko pasar kerja terhadap kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Secara garis besar, kebijakan perlindungan pekerja dapat dikelompokkan ke dalam pengaturan hubungan pekerjaan (employment relations) dan penyediaan jaminan sosial (social security).Kebijakan hubungan pekerjaan atau hubungan industrial umumnya mencakup pengaturan dan syarat- syarat hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja, mulai dari rekrutmen, interaksi selama masa kerja, sampai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bentuk-bentuk jaminan sosial umumnya terdiri dari tabungan wajib hari tua (provident fund), asuransi kesehatan (health insurance), asuransi kematian (life insurance), kompensasi atau asuransi kecelakaan kerja (work accident insurance), pesangon untuk pemutusan hubungan kerja atau asuransi pengangguran (unemployment insurance), dan lain-lain.
Biaya-biaya yang timbul sebagai akibat kebijakan perlindungan tenaga kerja baik dari sisi pengaturan hubungan kerja maupun penyediaan jaminan sosial, ditanggung sepenuhnya atau sebagian besar oleh pemberi kerja. Oleh karenanya, dilihat dari sudut pandang pemberi kerja penerapan kebijakan ini menambah terhadap total biaya tenaga kerja (labor costs).

Sebagai akibat dari hal ini, apabila kebijakan pelindungan pekerja terlalu berlebihan maka dapat timbul dampak negatif yang tidak diinginkan. Dari sudut pandang pemberi kerja, meningkatnya total biaya tenaga kerja yang terlalu besar dapat menjadi hambatan (disincentive) terhadap penciptaan kesempatan kerja. Sebaliknya bagi pekerja, kebijakan pelindungan pekerja yang terlalu berlebihan dapat menjadi hambatan untuk bekerja. Bagi perekonomian secara makro, hal ini dapat menciptakan kekakuan (inflexibility) dalam pasar kerja.
Berbagai fakta di berbagai negara menunjukkan bahwa kebijakan perlindungan tenaga kerja yang berlebihan dapat berdampak negatif terhadap kesempatan kerja (Suharyadi,2003). Di negara-negara Eropa Barat, penerapan kebijakan pemberian tunjangan pengangguran yang relatif tinggi (generous) telah berdampak pada tingginya tingkat pengangguran. Di Bangladesh, kebijakan yang melarang pekerja anak di bawah usia 15 tahun, berdampak pada pemecatan pekerja anak secara besar-besaran yang justru menyebabkan anak-anak ini terpaksa menjadi anak-anak jalanan dan berubah profesi menjadi pengemis atau pekerja seks komersial. Demikian juga, larangan bagi pemberi kerja untuk merekrut pekerja yang bukan anggota serikat pekerja di sektor pelabuhan di Australia menyebabkan pasar kerja di sektor ini menjadi bersifat monopsonistik sehingga efisiensi sektor secara keseluruhan menjadi rendah. Studi pada skala makro pada 48 negara juga menunjukkan fakta adanya hubungan negatif antara banyaknya kebijakan perlindungan tenaga kerja dengan pertumbuhan kesempatan kerja dan kenaikan upah riil.
Oleh karena itu, pembuatan kebijakan perlindungan pekerja perlu didasarkan pada kebutuhan riil pekerja terhadap perlindungan, dengan memperhitungkan seberapa besar dan siapa yang akan menanggung biaya kebijakan yang dibuat, dan memperhatikan kondisi perekonomian secara keseluruhan. Di samping itu, perlu pula diperhatikan agar kebijakan perlindungan pekerja yang dibuat tidak memperbesar diskriminasi antara pekerja yang terlindungi (pekerja sektor formal) dan pekerja yang tidak terlindungi (pekerja sektor informal) oleh kebijakan tersebut.

ANALISIS KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA (UU No. 13 Tahun 2003)
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat empat kebijakan pokok yang terkait dengan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja yaitu kebijakan upah minimum, ketentuan PHK dan pembayaran uang pesangon, ketentuan yang berkaitan hubungan kerja dan ketentuan yang berkaitan dengan jam kerja.
Upah Minimum
Pengaturan mengenai upah minimum dijelaskan pada pasal 88 – 90. Dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu komponen/kebijakan pengupahan adalah upah minimum (pasal 88). Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (pasal 88). Upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota serta berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (pasal 89). Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum tersebut dapat dilakukan penangguhan (pasal 90).
Jika diterapkan secara proporsional, kebijakan upah minimum bermanfaat dalam melindungi kelompok kerja marjinal yang tidak terorganisasi di sektor modern. Namun demikian, kenaikan upah minimum yang tinggi dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang rendah di Indonesia belakangan ini telah berdampak pada turunnya keunggulan komparatif industri-industri padat karya, yang pada gilirannya menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja akibat berkurangnya aktivitas produksi.
PHK dan Pembayaran Uang Pesangon
Pengaturan mengenai PHK dan pembayaran uang pesangon dijelaskan pada Bab XII pada pasal 150 – 172. PHK hanya dapat dilakukan perusahaan atas perundingan dengan serikat pekerja (pasal 151), dan jika dari perundingan tersebut tidak mendapatkan persetujuan maka permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang mendasarinya (pasal 152). Selanjutnya dalam pasal 153-155 dijelaskan alasan-alasan yang diperbolehkannya PHK dan alasan-alasan tidak diperbolehkannya PHK.
Hubungan Kerja
Dalam pasal 56 dinyatakan perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Selanjutnya, pada pasal 59 dinyatakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Waktu Kerja
Terkait dengan waktu kerja, pada pasal 76 dinyatakan adanya larangan mempekerjakan pekerja perempuan di bawah 18 tahun dan pekerja perempuan hamil pada malam hari (Pukul 23.00 7.00). Selanjutnya pada pasal 77 dinyatakan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
REKOMENDASI
Dari kajian mengenai Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka tulisan ini merekomendasikan beberapa poin rekomendasi dalam rangka menyeimbangkan antara tujuan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, sebagai berikut:
Substansi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rekruitmen, PHK, upah minimum, perlindungan kerja dan waktu kerja, dengan tetap memperhatikan jaminan keberadaan upah dan perlindungan kerja yang layak, serta struktur pasar kerja di Indonesia, perlu ditinjau ulang dalam konteks keseimbangan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. Terkait dengan struktur pasar kerja di Indonesia, yang harus diperhatikan adalah karakteristik pasar kerja yang surplus tenaga kerja, lapangan kerja sektor informal yang sangat besar, banyaknya pekerja berada dalam kondisi setengah menganggur, rendahnya kualitas tenaga kerja. Data tahun 2005 menunjukkan 70,06 persen tenaga kerja berada pada sektor informal, 31,22 persen yang bekerja berada dalam kondisi setengah menganggur, 60,0 persen berpendidikan SD. Hal ini menunjukkan besarnya proporsi pekerja kelompok marjinal, yang berdasarkan pengalaman negara-negara dalam penerapan pasar kerja fleksibel merupakan kelompok yang paling rentan terkena dampak degradasi pasar kerja fleksibel.
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang telah dikeluarkan pemerintah pada dasarnya telah mengacu pada kebijakan perlindungan tenaga kerja yang lebih komprehensif. Namun demikian, implementasi UU tersebut belum berlaku efektif dalam menjamin pemerataan jaminan sosial.
PP No. 31 Tahun 2006 Tentang sistem Pelatihan Kerja Nasional perlu segera diefektifkan dalam kerangka meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui berbagai pelatihan-pelatihan kerja. Sebagai dampak era otonomi daerah, Departemen Tenaga Kerja sebagai instansi yang memiliki kewenangan utama dalam pelatihan tenaga kerja ini telah kehilangan kendali dalam mengarahkan kebijakan pelatihan-pelatihan tenaga kerja di daerah. Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai salah satu pusat pelatihan, di banyak daerah pada saat ini berada dalam kondisi “mati suri”.
Perlunya peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi dialog, komunikasi, dan negosiasi untuk mendorong hubungan yang baik antara pengusaha dengan pekerja seperti.
Perlunya meningkatkan aksesibilitas pencari kerja pada informasi pasar kerja. PP No. 15 Tahun 2007 telah mengatur tentang tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja. Namun demikian, dalam PP tersebut belum terlihat secara tegas upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas pencari kerja.
Perlunya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia aparat yang terkait dengan proses pengawasan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia aparat dalam pengawasan bertujuan untuk mencegah terjadinya praktek-praktek penyelewengan peraturan-peraturan yang dapat merugikan buruh. Di sisi lain, peningkatan kualitas sumberdaya manusia aparat dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial diperlukan dalam rangka meningkatkan kepastian hubungan industrial dan dapat menekan biaya tinggi yang selama ini dialami baik oleh pengusaha maupun pekerja.
Sumber : http://adindaamaliaputri.blogspot.com/2012/02/artikel-tentang-ketenagakerjaan.html

Minggu, 21 April 2013

Hubungan Industrial Pancasila

Pengertian
Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.

2. Tujuan
Tujuan hubungan industrial pancasila adalah :

a) Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.
b) Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
c) Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha.
d) Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
e) Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya manusia.

Pokok-pokok Pikiran dan Pandangan Hubungan Industrial Pancasila

1. Pokok-pokok Pikiran
a) Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
b) Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.
c) Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.

2. Asas-asas untuk mencapai tujuan
a) Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan.
b) Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi.

3. Sikap mental dan sikap social
Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.

C. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila

1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit

a. Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancer.
b. Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut.

2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
a. Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.
b. Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat perhatian.
c. Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila.

3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
a. Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya.
b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah.

4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan
a. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing.
b. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial pancasila.

5. Pendidikan hubungan industrial
a. Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan.
b. Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga aparat pemerintah.

D. Beberapa masalah khusus yang harus dipecahkan dalam pelaksanaan hubungan industrial pancasila

1. Masalah pengupahan
Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan didalam perusahaan.

2. Pemogokan
Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.

sumber :  http://dwiangghina31207314.wordpress.com/2010/04/14/bab-ii-hubungan-industrial pancasila/

Rabu, 10 April 2013

Hubungan Industrial Pancasila

HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

BAB I

PENDAHULUAN



  1. Pengertian
Hubungan Industrial adalah suatu subjek yang membahas sikap dan perilaku orang-orang di dalam organisasi kerja (perusahaan) dan mencari sebab-sebab yang menentukan jadinya perilaku tersebut serta mencairkan jawaban terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
  1. Sejarah Perkembangan Hubungan Industrial
  1. Perkembangan semasa revolusi industri
Hubungan industri dibahas orang baru sejak revolusi industri pada pertengahan abad ke 18. Setelah revolusi industri terjadi perubahan besar dalam berproduksi.
  1. Perkembangan sesudah revolusi industri sampai akhir abad ke 19
Setelah terjadi revolusi industri dan proses industrialisasi berkembang pesat di inggris dan eropa barat maka masalah hubungan industri mulai menonjol.
  1. Antara pekerja dan pengusaha mempunyai hubungan yang bersifat konflik terus menerus
  2. Konflik yang terjadi antara pekerjadan pengusaha akan berusaha mencapai titik temu.
  1. Perkembangan pada permulaan abad ke 20
Perkembangan hubungan industrial pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 tidak terlepas dari perkembangan pandangan dalam bidang manajemen. Perkembangan selanjutnya adalah pengakuan terhadap perbedaan diantara pekerja yang dating dari pendapat ahli ilmu jiwa industri.
  1. Perkembangan Hubungan Industri di Indonesia
  1. Periade sebelum kemerdekaan
Sistem hubungan industrial masuk Indonesia dibawah oelh belanda sebagai penjajahan pada akhir abad ke 20 dengan pertama-tama memperkenalkannya di perusahaan-perusahaan asing khususnya belanda yang pekerja-pekerjanya juga belanda
  1. Periode setelah kemerdekaan
Hubungan industrial masih tetap diwarnai oleh orientasi politik setelah penyerahan kedaulatan dengan system serikat pekerja yang pluralistis maka sistem hubungan industrial baik yang berdasarkan liberalisme maupun marxisme berkembang pesat di pelopori oleh serikat pekerjanya masing-masing
  1. Periode demokrasi terpimpin
Setelah pemberontakan G3OS dapat ditumpas dan lahirlah pemerintah orde baru yang bertekad ingin melaksanakan pancasila dan undang-undang dasar1945secara murni dan konsekwen. Maka sejak itu lahirlah “Hubungan Indusrial Pancasila”




BAB II
HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA



  1. Umum
    1. Pengertian
Hubungan industrial pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa ( pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang tumbyh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
  1. Tujuan
Mengembangkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Negara republik Indonesia 17 agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan pancasila
Dengan demikian jelaslah tujuan hubungan industrial pancasila adalah:
  1. Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengembangkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur
  2. Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan social
  3. Menciptakan ketenangan,ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha
  4. Meningkatkan produksi dan produktifitas kerja
  5. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabatnya manusia
3              Landasan
  1. Hubungan industrial pancasila mempunyai landasan idiil yaitu pancasila dan landasan konstitusional adalah undang-undang dasar 1945.
  2. Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan
B       Pokok-pokok pikiran dan pandangan Hubungan Industrial Pancasila
  1. Pokok-pokok pikiran
    1. Hubungan industrial pancasila atas keseluruhan sila-sila dari pancasila secara utuh
    2. Hubungan industrial pancasila meyakini bahwa bukanlah hanya sekedar mencari nafkah
    3. Dalam hubungan industrial pancasila pekerja bukan hanya dianggap sebagai factor produksi
    4. Dalam hubungan industrial pancasila pengusaha dan pekerja tidak dibebankan
    5. Sesuai dengan prinsip musyawarah dan mufakat maka hubungan industrial pancasila berupaya menghilangkan perbedaan
    6. Dalam hubungan industrial pancasila didorong terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
    7. Asas-asas mencapai tujuan
      1. Hubungan industrial pancasila dalam mencapai tujuan mendasarkan diri kepada azas-azas pembangunan nasional
      2. Hubungan industrial pancasila dalam mencapai tujuan mendasarkandiri kepada azas pekerja dan pengusaha
      3. Sikap mental dan sikap sosial
        1. Untuk mewujudkan pokok pikiran dan tujuan dari hubungan industrial pancasila maka diperlukan pengembangan dari suatu sikap social
        2. Pihak pemerintah dalam hal ini berperan sebagai pengasuh,pembimbing,pelindung dan pendamaiyang secara singkat berperan sebagai pengayom
        3. Serikat pekerja bukan hanya penyalur aspirasi kaum pekerja dengan hak-haknya
        4. Pihak pengusaha disamping diakui hak-haknya seperti hak milik, walaupun memp[unyai fungsi sosial dalam penggunannya
  1. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila
Untuk mewujudkan falsafah hubungan industrial pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari antara pelaku proses produksi maka perlu diciptakan suatu kondisi
  1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit
  2. Lembaga kerjasama Bipartit
Lembaga kerjasama bipartitpenting dikembangkan diperusahaan agar komunikasi antara pihak pekerja dan pengusaha berjalan lancer
  1. Lembaga kerjasama Tripartit
Di dalam perusahaan pemerintah juga merupakan pihak yang penting karena mewakili kepentingan masyarakat umum.
  1. Kesepakatan Kerjasama Bersama (KKB)
    1. Kesepakatan kerjasama berupa sarana yang sangat penting dalam mewujudakan hubungan industrial pancasila dalm sehari-hari
    2. Dalam kesepakatan kerjasama bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat perhatian
    3. Untuk mendorong dicerminkannya falsafah hubungan industrial pancasila kedalam kesepakatan kerjasama
    4. Kelembagaaan penyelesaian perselisihan industrial
      1. Perlu disadari bahwa sekalipun kerjasama bipartite dan tripartite telah terbina dengan baik dan kesepakatan kerja sama bersama terbuka
      2. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat.
      3. Peraturan perundangan ketenagakerjaan
        1. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat
        2. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubunganindustrial pancasila
        3. Pendidikan hubunagn industrial
          1. Agar falsafah hubungan industrial pancasila difahami dan dihayati oleh masyarakat maka perlu falsafah
          2. Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik kepada pekerja
  1. Beberapa Masalah Khusus yang harus dipecahkan dalam pelaksanaan Hubungan Indutrial Pancasila
    1. Masalah Pengupahan
      1. Upah merupakan masalah sentral dalam hubungan industrial karena sebagian besar perselisihan terjadi bersumber dari masalah
      2. Penawaran tenaga kerja lebih besar dari permintan tenaga kerja maka posis tenaga kerja sangat lemah berhadapan dengan pengusaha
      3. Pemogokan
        1. Diatur dalam peraturan akan tetapi pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha
        2. Musyawarah mufakat mogok bukanlah merupakan upaya yang baik dalam menyelesaikan masalah
        BAB III
      HUKUM KETENAGAKERJAAN


      A. Umum
    2. 1. Pengertian dan Fungsi
    Hukum ketenagakerjaan atau hukum perburuan adalah keluruhan peraturan baik tertulis maupun tidak yang mengatur kerja yang mengakibatkan seseoran secara pribadi kerja pada dan dibawah pemerintah orang lain dengan menerima upah dan keadaan penghidupan yang langsung berhubungan dengan hubungan kerja tersebut.
    Fungsi hukum ketenagakerjaan atau hukum perburuhan yaitu:
  2. a. Adalah mengatur hubngan yang serasi antara semua pihak yang ada sangkut-pautnya dengan proses produksi barang maupun jasa
  3. b. Adalah mengatur perlindungan tenaga kerja yang bersifat memaksa

Jika dikemukakan rumusan para sarjana atau ahli hukum kenamaan tentang hukum perburuan sekedar sebagai perbandingan antarany:
  • Prof. MR.A.N.Molenaar
Hukum perburuhan itu merupakan bagian dari pada hukum umum (hukum positif).
  • Prof.Mr. M.G. Levenbach
Hukum perburuhan adalah keseluruhan dari pada peraturan-peraturan hukum yang berkenaan denagn hukum kerja
  • Mr. V.E.H. Van Esfeld
Van esfeld tidak membatasi hukum perburuhan pada norma-norma yang terdapat pada hubungan kerja saja
  • Mr. S. Mok
Hukum perburuhan adalah bagian dari hukum umum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang
  • I.L.O
Dalam suatu buku yang berjudul ‘Labour Law Course 1964” dikemukakan hal-hal sebagai berikut: “Labour Law inclides all the controls that regulate, direct and protect management labour”
  • Prof. Imam Soepomo, SH
Tentang hukum perburuhan sebagai berikut: hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan suatu kerjadian
  • Hukum Positif Indonesia
Ruang lingkup hukum perburuhan produk kolonial di indonesia adalah lebih sempit dari pada rumusan levenbach karena hanya meliputi peraturan tentang hubungan kerja
  1. Sumber Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan
Yang lazim disebut sebagai sumber hukum perburuhan/hukum ketenagakerjaan adalah
  1. Peraturan Perundangan (Undangan-undangan dalam arti material) adalah tiap peraturan yang memikat dengan sah yang datang dari penguasa (pemerintah)yang mencakup umum atau setiap warga negara.
  2. Adat dan kebiasaan
Suatu ketentuan yang mengatur kehidupan masyarakat bukan diatur dalam undang-undang
  1. Keputusan-keputusan pejabat-pejabat dan badan-badan pemerintah
Peraturan yang dikeluarkan oleh instansi administratif yang didasarkan pada undang-undang
  1. Traktat
Suatu perjanjian kenegaraan yang dilakukan oleh dua negara atau lebih
  1. Peraturan Kerja
Suatu peraturan yang mengatur tentang syarat kerja yang ditetapkan oleh pengusaha dan berlaku untuk semua karyawan
  1. Perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan (kesepakatan kerja bersama)
Pada umumnya suatu perjanjian dianggap satu tindakan hukum antara dua orang atau lebih oleh karena saling sepakat (berjanji) untuk menimulkan hak-hak dan kewajiban
B.  Perkembangan hukm ketenagakerjaan
  1. Abad pertengahan
Sejarah perkembangan hukum ketenagakerjaan dimulai setelah abad pertengahan dimana pada waktu itu hubungan kerja dengan upah dilakukan secara besar-besaran.
Sumber-sumber hukum pengadilan adalah sebagai berikut:
a      Kontrak kerja perorangan yang memuat syarat kerja termasuk perundingan
b      Peraturan perusahaan yang memuat aturan kerja yang ditentukan sendiri oleh perusahaan
c      Peraturan perusahaan yang memuat aturan kerja yang ditentukan oleh organisasi perusahaan
d     Ketentuan dlam peraturan perundangan yangmemuat sanksi baik perdata maupun publik
  1. Abad Sembilsn Belas
Dalam fase ini timbullah berbagaimacam peraturan perundangan yang memuat sanksi perdata maupun publik. Menurut smith, negara tidak perlu campur tangan dalam soal ekonomi, akan tetapi harus diingat. Pada umumnya hukum ketenagakerjaan harus bersifat mamekasa dan merupakan perintah atau larangan
C.  Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
Untuk mengetahui perkembangan hukum khususnya perkembangan hukum ketenagakerjaan di indoneia, mau tidak mau kita harus atau perlu mengetahui perkembangan hubungan kerja sejak awal mulanya.
  1. Zaman Perbudakan
Budak seperti milik orang lain, tidak hanya perekonomian melainkan juga hidup matinya terletak ditangan orang yang memiliki mereka
  1. Kerja Ulur atau Peruluran
Hubungan kerja dalam bentuk kerja ulur ini adalah dimana ketidakbebasan seseorang terletak pada terikatnya suatu kebun tertentu.
  1. Kerja Hamba
Kerja hamba ini terjadi bila seseorang menyerahkan dirinya sendiri atau orang lain yang ia kuasai, atas pemberian pinjaman sejumlah uang
  1. Pekerjaan Rodi
Pekerjaa itu pada mulanya mrupakan pembagian kerja antara sesama anggota untuk kepentingan bersama (gotong-royong)
  1. Poenale Sanksi
Dengan diadakannya undang-undang agraria tahun 1870, yaitu mendorong timbulnya perusahaan perkebunan swasta besar
D.  Beberapa Aspek Yang Diatur Dalam Hukum Ketenagakerjaan
  1. Penempatan
Mengenai permintaan tenaga kerja dari pengusaha untuk suatu daerah harus diajukan kepasa kepala kantor penempatan tenaga kerja setempat dengan disertai keterangan yang diperlukan tentang lowongan yang akan diisi oelh tenaga kerja, syarat kerja, keadaan perburuhan dan sebagainya menurut pedoman.
  1. Hubungan Industrial
Hubunagn kerja yaitu hubungan antara pekerja atau karyawan dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian yang menyatakan kesanggupan pekerjaan untuk bekerja pada pengusaha dengan manerima upah.
  1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perlindungan pekerja yang berbentuk perlindungan tehnis adalah yang merupakan perlindungan keselamatan kerja.Sesuai denagn tujuan mengadakan perlindungan, maka sifat aturan-aturan dalm undang-undang tersebut adalah memaksa dengan ancaman pidana. Ancaman ini berlaku pada orang yang bekerja pada orang lain atau suatu badan dengan menerima upah.
  1. Kesejahteraan dan Jaminan Sosial
Tujuan pekerja melakukan pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan yang cukup layak untuk membiayai kehidupannya bersama dengan keluargnya yaitu suatu penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Jaminan sosial adlah pembayaran yang diterima pihak pekerja dalm hal pekerja diluar kesalahannya tidak melakukan pekerjaan.

Sumber :
http://yulandini.wordpress.com/2010/04/07/hubungan-industrial-pancasila/